Kamis, 16 Agustus 2012

rpp ski MTs N


PENDAHULUAN 
 


Dengan dikeluarkannya Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan dengan munculnya berbagai perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, maka disusunlah kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara Nasional yaitu Kurikulum yang ditandai dengan ciri-ciri antara lain:
1.       Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
2.       Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
3.       Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
Model Kurikulum Nasional ini diharapkan lebih membantu guru karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas; Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, KTSP yang terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bisa diterapkan atau dikembangkan lagi oleh masing-masing satuan pendidikan. Keadaan sumber daya pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap Standar Nasional yang dampaknya akan mempengaruhi pencapaian standar nasional kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu adanya penjabaran kurikulum melakui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diharapkan dapat lebih menjamin tercapainya Kompetensi Dasar Nasional mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs).

A.           RASIONAL
Kehidupan dan peradaban manusia senantiasa  mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan, pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu-ilmu terapan. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis, agama, golongan dan ras. Akibatnya, peranan serta efektivitas pembelajaran di Madrasah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kehidupan keberagamaan masyarakat dipertanyakan Tidak terkecuali pembelajaran SKI.
Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif). Datam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif; kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-­nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada SKI di Madrasah, sebab SKI di Madrasah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
Dengan pertimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional SKI Madrasah Tsanawiyah yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan datam mengembangkan kurikulum SKI Madrasah Tsanawiyah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B.            Pengertian
Mata Pelajaran SKI dalam kurikutum Madrasah Tsanawiyah adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati Sejarah Kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengataman dan pembiasaan.
Mata pelajaran SKI Madrasah Tsanawiyah ini meliputi: sejarah dinasti Umayah, Abbasiyah dan al-Ayubiyah. Hat lain yang sangat mendasar adalah terletak pada kemampuan menggali nilai, makna, aksioma, ibrah/hikmah, dalil dan teori dari fakta sejarah yang ada. Oleh karena itu dalam tema­tema tertentu indikator keberhasitan belajar akan sampai pada capaian ranah afektif. Jadi SKI tidak saja merupakan transfer of knowledge, tetapi juga merupakan pendidikan nilai (value education).

C.                        Tujuan dan  Fungsi
1.      Tujuan
Adapun tujuan pembelajaran SKI di MTs sebagai berikut:
a.       Memberian pengetahuan tentang sejarah Agama Islam dan kebudayaan Islam kepada para peserta didik, agar memiliki data yang objektif dan sistematis tentang sejarah.
b.       Mengapresiasi dan mengambil ibrah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.
c.       Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan nilai-nilai Islam berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang ada.
d.      Membekali peserta didik untuk membentuk kepribadiannya melalui imitasi terhadap tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk kepribadian yang (uhur.
2.              Fungsi
Pembelajaran SKI setidaknya memiliki tiga fungsi sebagai berikut:
a.     Fungsi edukatif
Melalui sejarah peserta didik ditanamkan menegakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
b.       Fungsi keilmuan
Peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya.
c.        Fungsi transformasi
Sejarah merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat.


D.           Ruang Lingkup
Selama ini seringkali  SKI hanya dipahami sebagai sejarah tentang kebudayaan Islam saja (history of Islamic culture). Dalam kurikulum ini SKI dipahami sebagai sejarah tentang agama Islam dan kebudayaan (history of Islam and Islamic culture). Oleh karena itu kurikulum ini tidak saja menampilkan sejarah kekuasaan atau sejarah raja-raja, tetapi juga akan diangkat sejarah perkembangan ilmu agama, sains dan teknologi dalam Islam. Aktor sejarah yang diangkat tidak saja Nabi, sahabat dan raja, tetapi akan dilengkapi ulama, intelektual dan filosof. Faktor-faktor sosial dimunculkan guna menyempurnakan pengetahuan peserta didik tentang SKI.
Kurikulum SKI dirancang secara sistematis berdasarkan peristiwa dan periode sejarah yang ada sebagai berikut : .
1.      Di tingkat MI dikaji tentang sejarah Arab pra Islam, sejarah Rasulullah saw. dan al-Khulafa' ar-Rasyidin.
2.      Di tingkat MTs dikaji tentang Dinasti Umayah, Abbasiyah dan al­ Ayubiyah.
3.      Di tingkat MA dikaji tentang sejarah peradaban Islam di Andalusia, gerakan pembaharuan di dunia Islam dan perkembangan Islam di Indonesia.

E.                         Rambu-Rambu
1.      Pendekatan Pembelajaran dan Penilaian
a.       Pendekatan
Cakupan materi pada setiap aspek dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang terpadu, meliputi:
§  Keimanan, yang mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah Swt. Sebagai sumber kehidupan.
§  Pengamalan, mengkondisikan peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasit-hasil pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dilakukan Sahabat, khalifah dan para ulama.
§  Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam yang dicontohkan oleh Sahabat, khalifah dan para ulama.
§  Rasional, usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran SKI dengan pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan penalaran.
§  Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati berbagai peristiwa dalam sejarah Islam sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik.
§  Fungsional, menyajikan materi SKI yang memberikan manfaat nyata bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.
§  Keteladanan, yaitu pendidikan yang guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan; sebagai cerminan dari individu yang meneladani sahabat, khalifah dan para ulama'.
b.       Penilaian
Penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil belajar peserta didik berupa kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan serta pengamalan.
Penilaian berbasis kelas terhadap ketiga ranah tersebut ditakukan secara proporsional sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik serta bobot setiap aspek dari setiap materi.
Hat ini yang perlu diperhatikan dalam penilaian SKI adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan peserta didik. Penilaiannya tidak saja merupakan kegiatan tes formal, melainkan juga:
§  Perhatian terhadap peserta didik ketika duduk, berbicara, dan bersikap.
§  Pengamatan ketika peserta didik berada di ruang kelas, di tempat ibadah, dan ketika mereka bermain.
Dari berbagai pengamatan itu ada yang pertu dicatat secara tertulis terutama tentang perilaku yang menonjol atau kelainan pertumbuhan yang kemudian harus diikuti dengan langkah bimbingan. Penilaian terhadap pengamatan dapat digunakan observasi, wawancara, angket, kuesioner, skala sikap, dan catatan anekdot.
2.              Pengorganisasian Materi
Pengorganisasian materi pada hakekatnya adalah kegiatan mensiasati proses pembelajaran dengan perancangan/rekayasa terhadap unsur-unsur instrumental metalui upaya pengorganisasian yang rasional dan menyeluruh. Kronologi pengorganisasian materi itu mencakup tiga tahap kegiatan, yaitu perencanaan, petaksanaan, dan penitaian. Perencanaan terdiri dari perencanaan per satuan waktu dan perencanaan per satuan bahan ajar. Perencanaan per satuan waktu terdiri dari program tahunan dan program semester. Perencanaan per satuan bahan ajar dibuat berdasarkan satu kebulatan bahan ajar yang dapat disampaikan dalam satu atau beberapa kali pertemuan. Pelaksanaan terdiri dari langkah-langkah pembelajaran di dalam atau di luar kelas, mulai dari pendahuluan, penyajian, dan penutup. Penilaian merupakan proses yang dilakukan terus menerus sejak perencanaan, pelaksanaan, dan se±elah pelaksanaan pembelajaran per pertemuan, satuan bahan ajar, maupun satuan waktu.
Dalam proses perancangan dan pelaksanaan pembetajaran hendaknya diikuti langkah-langkah strategis sesuai dengan prinsip didaktik, antara lain: dari mudah ke sulit; dari sederhana ke komplek; dan dari konkret ke abstrak.
3.      Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk meningkatkan kuatitas pembelajaran dan hasil belajar mata pelajara SKI. Dengan teknologi ini dimungkinkan memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik tentang berbagai aspek materi SKI. Oteh karena itu guru dapat memanfaatkan TV, film, VCD/DVD/VCR, bahkan internet untuk menjadi media dan sumber belajaran mata pelajaran SKI.
4.      Nilai-nilai
Setiap materi yang diajarkan kepada peserta didik mengandung nilai­nilai yang terkait dengan perilaku kehidupan sehari-hari, misalnya mengajarkan materi sejarah keteguhan dan perjuangan para khalifah dalam menegakkan syari'at Islam, di dalamnya juga terkandung nilai-nilai keteladanan. Nilai-nilai inilah yang harus ditanamkan kepada peserta didik dalam pembelajaran SKI (afektif).
5.      Aspek Sikap
Mata petajaran SKI setain mengkaji masalah sejarah yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, maka ia juga mengajarkan aspek sikap, misalnya tentang berbagai usaha yang dilakukan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan dan seni, sehingga peserta didik mampu mencontoh tentang kegigihan cara menuntut ilmu dan mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi umat.
6.    Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler SKI dapat mendukung kegiatan intrakurikuter, misalnya mengunjungi tempat-tempat bersejarah, pengumpulan data-data sejarah dan lain-lain.
7.      Keterpaduan
Pola pembinaan mata pelajaran SKI ' dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu: lingkungan keluarga, Madrasah, dan masyarakat. Untuk itu guru perlu mendorong dan memantau; kegiatan Mata pelajaran SKI yang dialami oleh peserta didiknya di dua lingkungan lainnya (keluarga dan masyarakat), sehingga terwujud keselarasan dan kesesuaian sikap serta  prilaku dalam pembinaannya.